Dayak Jangkang

Jangkang Balai Sebut
Upacara tradisional yang berkaitan dengan Pertanian dan Kepercayaan, menurut masyarakat pendukung adat dan menurut masyarakat Dayak Jangkang di Kabupaten Sanggau yang dalam penelitian ini ternyata sampai sekarang masih dipergunakan kelestariannya, karena didalamnya masih banyak mengandung pengertian dan pemahaman nilai-nilai serta gagasan-gagasan vital dalam rangka pembinaan sosial budaya terhadap anggota masyarakat setempat. Masyarakat Dayak Jangkang yang terletak di Kabupaten Sanggau di Kecamatan Jangkang di Provinsi Kalimantan Barat yang pada saat ini masih melakukan Upacara Pertanian dan Kepercayaan.
Dari hasil wawancara dan informasi yang didapat oleh penulis di Kecamatan Jangkang yang terletak di Balai Sebut ternyata Upacara Pertanian dan Kepercayaan di dalamnya banyak mengandung petunjuk-petunjuk yang penyampainnya masih, masih melalui symbol-simbol atau lambang-lambang yang berbentuk sesajen. Petunjuk-petunjuk yang masih tersimpan ini masih banyak belum diketahui selain bagi masyarakat pendukungnya. Dengan demikian agar supaya hal tersebut dapat diketahui oleh pihak lain atau masyarakat luas, maka oleh sebab itu masyarakat selain pendukung upacara itu dapat memahaminya supaya tidak terjadi kesalah pahaman diantara masyarakat luas ( masyarakat yang ingin memahaminya atau mempelajarinya).
Ada beberapa unsure-unsur Upacara Pertanian dan Kepercayaan yang dapat kita kaji bersama untuk melestarikan tradisi yang erat kaitannya dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat.
Nilai budaya yang berfunsi sebagai pedoman tertinggi, bagi kelakuan manusia yang meliputi norma-norma atau kaidah-kaidah.
Upacara tradisional Pertanian dan kepercayaan dalam penyelenggaraannya dapat dilakukan beberapa macam hal yaitu :

1. Nilai Upacara
2. Fungsi Upacara
3. Perubahan-perubahan yang terjadi
4. Pandagan masyarakat sekitarnya terhadap upacara tersebut.


4.1 Nilai Upacara
Nilai adalah sesuatu yang berhsrga, berguna, indah dan dapat memperkaya batin serta dapat menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Niali bersumber pada budi yang berfungsi mendorong mengarahkan sikap dan prilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan disamping sistem sosial dan karya. Nilai dapat dihayati atau diresapi dalam konteks kebudayaan atau sebagai kebudayaan yang absrak. Oleh sebab itu nilai berperan sebagai dasar pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia.
Nilai berada dalam kata hati murni. Kata hati dan pikiran suatu keyakinan kepercayaan yang bersumber dari dari berbagai sistem nilai seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat (1982) bahwa sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat bernilai dalam hidup, karena itu suatu sitem nilai budaya biasanya sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Sistem budaya seoleh-oleh berada di luar dari di atas diri pada individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan. Para individu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya, sehingga konsepsi-konsepsi itu lama berakar dalam atau jiwa mereka.
Masyarakat Suku Dayak Jangkang yang tinggal di Kecamatan Jangkang dalam melaksanakan Upacara Tradisional Pertanian dan Kepercayaan banyak mendandung nilai-nilai positip yang erat kaitannya dengan kehidupa masyarakat. Nilai positip yang dapat diambil hikmah dari penyelenggaraan ini antara lain :

4.1.1. .Nilai Religi
Upacara Tradisional Kiatannya dengan Pertanian dan Kercayaan di Kabupaten Sanggau adalah suatu kegiatan ritual diseputar kegiatan dari perladangan sampai kegiatan panen yang diselenggarakan setahun sekali oleh masyarakat Dayak Jangkang di Kecamatan Jangkang. Menurut Kepercayaan masyarakat Jangkang bahwa untuk melakukan kegiatan perladangan sampai dengan kegiatan panen tidak dapat begitu saja dikerjakan namun perlu adanya upacara-upacara ritual. Upacara-upacacara ritual tersebut memerlukan waktu bagi masyarakat petani untuk merefleksikan kegiatan yang sudah lalu dihubungkan dengan kebesaran Sang Pencipta bagi masyarakat Dayak Jangkang menyebutnya PONOPA.
Tujuan upacara membuka perladangan bagi masyarakat Dayak Jangkang adalah supaya tanah yang dikerjakan dapat berhasil atau mendapat berkah dari Yang Maha Kuasa “ AKE PONOPA “ ( Tuhan ). Sedangkan upacara panen (Gawai) bagi masyarakat Dayak Jangkang adalah sebagai Upacara syukur kepada Sang Pencipta (Tuhan) atas hasil pertanian yang telah diperoleh.
Adapun nilai religis yang terkandung dalam upacara tersebut mengambarkan bagaimana masyarakat Dayak Jangkang yang ada di Kecamatan Jangkang menempatkan Sang Pencipta (PONOPA) sebagai pusat dalam pengaturan kehidupan masyarakat Dayak Jangkang. Jadi di sini tampak jelas menurut kepercayaan masyarakat Dayak Jangkang bahwa segala apa saja yang dimulai sampai dengan memperoleh hasil atas karunia PONOPA harus mentaati tatanan adat yang telah berlaku.
Nilai religis ini terlihatlah dari adanya anggapan masyarakat Dayak Jangkang bilamana tanaman yang ditanam pertamakai tujuannya adalah agar supaya hasil pertanian yang diperoleh akan melimpah ruah dan tanaman pertanian itu tidak mendapat gangguan dari hama penyakit. Sedangkan upacara gawai (pesta padi) ini dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan maka niscaya akan mendatangkan suatu petaka.
Maksud dari malapetaka adalah menurut kepercayaan masyarakat Dayak jangkang adalah tidak akan mendapatkan rejeki atau hasil yang diperoleh tidak diberkati..
Oleh karena itu di dalam upacara pertanian dari mulai penanaman padi sampai dengan pesta hal ini merupakan tanggung jawab moral keluarga kepada (PONOPA) (Sang Pencipta) . Aspek lain dari adanya nilai relegius yang terdapat pada upacara Gawai dalam masyarakat di Kecamatan Jangkang sebagai upacara syukur untuk memenfatkan kembali hasil yang sudah disimpan. Oleh sebab itu upacara gawai merupakan inti dalam kepercayaan tradisi Gawai.

4.1.2. Nilai Kerjasama
Salah satu nilai budaya yang terkan upacara tradisional peneneman padi dan kepercayaan pada masyarakat Dayak Jangkang adanya kerjasama diantara anggota masyarakat yang secara kerjasama bahu membagu saling kerjasama poses perladangan (penanaman padi dan upacara Gawai).

Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya nilai budaya yang berjudul Masalah-masalah pembangunan menyebutkan nilai budaya yang perlu dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai syarat pembengunan adalah nilai budaya yang mampu menanggulagi tekanan-tekanan berat berserta masalah-masalah yang ada dalam lingkungan ekonomi dan sosial budaya. Salah satu nilai budaya itu yang merupakan konsep pemerincian dan gotong royon adalah konsep yang menggap penting adanya sikap dan kepekaan untuk tidak berbuat semena-mena terhadap sesama manusia.
Nilai budaya ini menurut beliau penting untuk menanggulangi tekanan masalah kehidupan masa kini karena memungkinkan orang berkerjasama dengan sesamanya dan juga kepada bangsa lain.
Selanjutnya mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang lebih baik manusia mustahil dapat mutlak berdiri sendiri tanpa bantauan dan kerjasama dengan orang lain. Kerjasama ini menimbulkan kesadaran bahwa segala yang dicapai dari kebahagiaan yang dirasakan oleh manusia pada dasarnya adalah berkat bantuan dan kerjasama dengan orang lain dalam masyarakat. Kesadaran yang demikian selanjutnya melahirkan kesadaran bahwa setiap manusia dipanggil hatinya untuk melakukan apa yang baik bagi orang lain dari masyarakatnya.
Semangat itu melahirkan sikap dasar bahwa untuk mewujudkan keselarasan keserasian dan kesinambungan dalam hubungan sosial manusia pribadi dan masyarakat perlu kerjasama.
4.1.3. Nilai Gotong Royong
Manusia adalah mahluk sosial hidup di tengah-tengah masyarakat lainnya, sehingga mereka mengembangkan bentuk kerjasama bersamanya. Mereka juga menyadari bahwa suatu pekerjaan akan terasa ringgan apabila dikerjakan bersama-sama secara bergotong royong.
Pada penyelenggaraan Upacara Pertanian dan kepercayaan pada masyarakat Dayak Jangkang di Kabupaten Sangau dapat dilihat bentuk kerjasama dapat dilihat dalam bentuk gotong royong seperti yang dilakukan di ladang biasanya dikerjakan secara gotong royong antara keluarga petani misalnya pekerjaaan menebas dilaksanakan terlebih dahulu diareal lading kepunyaan si A setelah selesai baru mengerjakan ladang kepunyaan si B secara bergotong royong dapat dilihat pada upacara Gawai yaitu seperti menyiapkan alat-alat kesenian, mengatur dan menata tempat penyelengaraan upacara.
Begitu juga pada seksi komsumsi ada yang belanja ada yang memasak dan ada juga yang menyiapkan sesajenan dan sebagainya. Pada tahap pemotongan babi ada yang menyembelih/memotong.
Semua pekerjaan dikerjakan secara bergotong royong pada masyarakat setempat.

4.2 Fungsi Upacara
Budhisantoso berpendapat bahwa upacara tradisional yang terdapat pada masyarakat pendukungnya mengandung empat Fungsi yaitu : a. Norma Sosial
b. Pengendalian Sosial C. Media Sosial d. Pengelompokan Sosial.


4.2.1 Norma Sosial
Fungsi norma sosisl dalam upacara tradisional da;lam upacara pertanian dapat dilihat dari simbol-simbol yang bermakna positip dan mengandung nilai-nilai atau norma-norma sosial yang dialami sebenarnya oleh masyarakat pendukung. Simbol-simbol tersebut biasanya terdapat pada sesajen yang telah dipersiapkan . Nilai aturan terdapat pada sesajen yang dipersiapkan. Nilai aturan dan norma-norma ini tidak hanya berfunsi untuk mengetur perilaku antara individu dan masyarakat tetapi juga mengatur hubungan manusia dangan alam lingkungan, terutama pada sesuatu hubungan manusia dengan Tuhan.
Di dalam norma atau nilai sosial yang terdapat dalam suatu upacara-upacara tradisional dengan mencerminkan asumsi apa yang baik dan boleh dilakukan dan apa saja yang tidak baik bagi yang tidak boleh dilakukan sehinga norma-norma dan nilai-nilai dapat dipakai sebagai pengendalian sosial dan pedoman berperilaku bagi masyarakat pendukung upacara tradisional ini. Hal ini juga berhubungan dengan upacara Pertanian dan kepercayaan pada masyarakat Dayak Jangkang di Kecamatan Jangkang kabupaten Sanggau.

4.2.2 Fungsi Media Sosial.
Funsi media sosial adalah sebagai obyek sikap sosial yang menghubungkan masa lampau dengan masa sekarang yang terdapat pada upacara Pertanian dan Kepercayaan pada masyarakat Dayak Jangkang.
Upacara ini dapat dipakai untuk merekonstruksikan apa dan bagaimana yang dilakukan pada leluhurnya pada saat ini.
Upacara tradisional merupakan sarana yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan hubungan sosial atau kontak sosial diantara warga masyarakat setempat. Adapun hubungan diantaranya adalah adanya pengumpulan dana untuk keperluan melaksanakan upacara. Dengan memotong babi, ayam, kerja bakti dan sebagainya.

4.2.3 Fungsi Pengelompokan Sosial
Banyaknya masyarakat yang menyaksikan jalanya upacara yang berlangsung yaitu awal upacara sampai selesai jalannya upcara. Hal ini terlihat adanya hubungan masyarakat dengan masyarakat yang lain untuk dapat berkumpul dalam kegiatan upacara yang dilaksanakan. Ada juga yang sejumlah masyarakat yag berkerja di luar daerah atau sudah menetap di daerah lain atau sedang bersekolah di Kota pada upacara Pertanian dan Kepercayaan ini, dengan menyempatkan diri untuk untuk pulang ketempatnya untuk mengikuti aturan sekedar untuk menyaksikan jalanya upacara yang diadakan satu tahunnya satu kali. Dengan melakukan upacara ini masyarakat dapat berkumpul dengan saudara dan teman-temannya.

4.3 Perubahan Yang Terjadi
Upacara Tradisional yang berkaitan dengan Pertanian dan Kepercayaan yang dilaksanakan secara turun-temurun yag dilaksanakan oleh para leluhurnya. Apa dan bagimana yang sudah bias dilakukan oleh generasi pendahulunya sebelumnya/nenek moyang seperti itulah yang dilaksanakan sekarang ini baik cara membuka hutan, penanaman padi sampai dengan Upacara Gawai. Semua itu masih tetap dipertahankan keasliannya tidak ada salah satu unsure pun yang dikurangi. Ada juga perubahan-perubahan yang terjadi adalah perubahan ke arah yang positip dan ini tidak mengubah inti dari tata cara dari seluruh rangkaian upacara tersebut. Perubahan yang dapat dilihat di sini umumnya dalam pergelaran kesenian dulunya tidak ada tari-tarian sekarang kadang-kadang menurut kondisi keuangan yang ada/memingkinkan akan dilaksanakan Seandainya apabila kondisi keuanan tidak mencukupi maka tambahan kesenian atau musik itu juga tidak dilaksanakan, akan tetapi di;aksanakan secara sederhana tidak dihilangkan upacara tersebut.

4.4 Pandangan Masyarakat Sekitar Terhadap Penyelenggaraan Upacara.
Masyarakat Dayak Jangkang sebagai pendukung dalam Upacara Tradisional Kaitan dengan Pertanian dan Kepercayaan di Kabupaten Sanggau adalah masyarakat Dayak yang tinggal di Balai Sebut, kemudian masyarakat juga masyarakat pendatang yang berasal dari Padang.Jawa ada juga dari Suku Melayu , Masyarakat suku pendatang mereka setelah diwawancarai tentang pandangan mereka tentang penyelenggaraan Upacara tradisional Kaitannya dengan Pertanian ini rata-rata mereka menyambut baik dan tidak bertentangan dengan adat mereka. Salah satu informan dari Suku Melayu mengatakan bahwa upacara semacam ini memang perlu dilestarikan karena maksud dan tujuannya adalah tidak bertentangan dengan agama meskipun di dalam agama Islam tidak mengenal sesajen-sesajen seperti disiapkan dalam Upacara ini.
Kemudian juga diwawancarai informasi dari Suku Padang mereka memandang bahwa penyelenggaraan Upacara Tradisional Kaitannya dengan Pertanian dan Kepercayaan ini baik dilaksanakan karena di dalamnya mengandung nilai-nilai yang luhur seperti goton royong dan kebersamaan yang tinggi sepeti yang dimiliki oleh bangsa Indonesia pada umumnya. Bagi mereka adat dipandang paling penting.
Kecuali pandangan dari ke dua infoman dari ke dua suku tersebut ada lagi pendatang dari Jawa yang mengatakan bahwa warganya juga setiap tahunnya mengikuti Upacara Tradisional Kaitannya dengan Pertanian, tetapi hanya berupa pesta dan diselenggarakan setelah (selasai) panen. Dari hasil wawancara dengan mereka bahwa mereka mengatakan upacara semacam ini memang harus dipertahankan. Beliau juga sangat suka/senang atas penyelenggaraan Upacara ini. Baik sebagai undangan secara pribadi, dia juga menunggu-nunggu Undangan apabila sudah mengetahui adat upacara ini, tetapi diundang juga sebaliknya. Apabila sudah lupa juga mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan para pejabat atau intasi yang terkait di desa Balai Sebut.
Dari hasil wawancara kepada beberapa informan dan keluarganya yang tinggal di Balai Sebut dia dan keluarganya tinggal di Balai Sebut sudah kurang lebih 30 tahun dan berdagang seluruh kebutuhan rumah tangga dan juga mempunyai warung makan (rumah makan) penginapan dan jasa transotasi atara desa ke Kembayan . Setelah diwawancarai tentang penyelenggaraan Upacara Gawai tersebut ia sangat menyambut baik sekali. Meskipun mereka tidak ikut dalam pelaksanaan tersebut. Bagi mereka upacara ini adalah kegiatan kampung, sebgai warga kampung/ desa yang baik , mereka juga mempunyai kesadaran dan merasa berkewajiban untuk berpartisipasi atas kelancaran kerja desa tersebut.
Dari hasilwawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat sekitar Desa balai Sebut yang bukan pendukung Upacara Tradisional Pertanian dan Kepercayaan ini menyambut baik dengan dilaksanakan dan dilestarikan karena upacara ini merupakan adat dan budaya luhur nenek moyang yang perlu dilestarikan/ dipertahankan oleh generasi penerusnya.

Akhiri Tradisi Pengayauan(Berburu kepala manusia) di Kalimantan

Tumbang Anoi adalah tempat bersejarah perjalanan masyarakat Dayak. Tumbang Anoi menjadi tempat rapat akbar untuk mengakhiri tradisi ”mengayau” pada tahun 1894. Kini, setelah satu abad berlalu, Tumbang Anoi tetap menjadi sumbu perdamaian bagi masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah.

Mengayau atau memenggal kepala musuh dalam perang antarsuku dahulu kala adalah salah satu kebiasaan sejumlah subsuku Dayak di daratan Kalimantan (kini terbagi menjadi wilayah Indonesia, Malaysia, dan Brunei) yang sangat ditakuti. Kadangkala, mengayau tidak hanya dilakukan dalam peperangan, tetapi juga ketika merampok, mencuri, atau menduduki wilayah subsuku lain.

Sebelum disepakati untuk dihentikan, mengayau makin membudaya karena semakin banyak kepala musuh yang dipenggal (dibuktikan dengan banyaknya tengkorak musuh di rumahnya), seorang lelaki semakin disegani. Bahkan, perselisihan antarsuku terus berlanjut karena masing-masing suku membalas dendam. Perselisihan berkepanjangan itu membuat Residen Belanda di Kalimantan Tenggara yang kini meliputi wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan merasa tidak aman.

Dalam bukunya, Pakat Dayak, KMA M Usop menuturkan, Brus, Residen Belanda Wilayah Kalimantan Tenggara, pada Juni 1893 mengundang semua kepala suku yang terlibat sengketa ke Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah, untuk membicarakan upaya perdamaian.

Dalam pertemuan itu disepakati, harus digelar pertemuan lanjutan yang melibatkan seluruh suku Dayak di Borneo untuk membahas berbagai persoalan yang menjadi akar perselisihan. Namun, menggelar pertemuan lanjutan itu bukan pekerjaan mudah. Ketika itu, akses antarwilayah masih mengandalkan sungai.

Satu-satunya kepala suku yang mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah pertemuan akbar itu adalah Damang Batu, salah satu kepala suku Dayak Ot Danum di Tumbang Anoi. Sepulang dari Kuala Kapuas, Damang Batu yang ketika itu berumur 73 tahun langsung memulai pekerjaan besarnya menyiapkan tempat dan logistik.

Selama lima bulan hingga akhir 1893, Damang Batu tak pernah menetap di desanya. Ia terus berkeliling ke desa lain untuk mengumpulkan makanan. Ada cerita lain yang menyebutkan, Damang Batu juga menyiapkan 100 kerbau miliknya untuk makanan para undangan. Ia juga meminta masyarakat di Tumbang Anoi dan sekitarnya membangun pondok bagi tamu undangan rapat.

Damang Batu jugalah yang menyebarkan undangan rapat secara berantai kepada kepala suku-kepala suku di daratan Kalimantan.

Sebanyak 152 suku diundang ke Tumbang Anoi. Dalam rapat yang digelar selama dua bulan sejak 22 Mei hingga 24 Juli 1894 itu, sekitar 1.000 orang hadir. Mereka dari suku-suku Dayak dan sejumlah pejabat kolonial Belanda wilayah Borneo. Usop juga mencatat, sedikitnya 50 kerbau, 50 sapi, dan 50 babi, serta bahan makanan lain seperti beras dan ubi kayu disediakan untuk konsumsi mereka yang hadir ketika itu.

Selain mengakhiri tradisi pengayauan, rapat akbar itu juga menyepakati beberapa keputusan penting, di antaranya menghentikan perbudakan dan menjalankan hukum adat Dayak.

Dalam catatan sejarah yang ditulis Usop, rapat di Tumbang Anoi itu juga membahas sekitar 300 perkara. Sebanyak 233 perkara dapat diselesaikan, 24 perkara ditolak karena kedaluwarsa atau sudah lebih dari 30 tahun, dan 57 ditolak karena kekurangan bukti.

Kahayan

Tumbang Anoi adalah salah satu pusat permukiman penduduk Dayak Kadorih, salah satu subsuku Dayak Ot Danum di hulu Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah. Tumbang Anoi kini masuk wilayah administratif Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang dihuni 418 warga dari 116 keluarga. Untuk mengenang kegigihan mengumpulkan dan menyelenggarakan rapat akbar yang sangat sulit dilakukan saat itu, nama Damang Batu dijadikan nama kecamatan.

Tumbang Anoi berjarak sekitar 300 kilometer arah utara Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah. Hingga saat ini, tempat itu masih harus ditempuh dengan perjalanan darat selama tujuh jam, dilanjutkan dengan menggunakan perahu motor menyusuri Sungai Kahayan ke arah hulu selama dua jam dari Tumbang Marikoi, ibu kota Kecamatan Damang Batu.

Waktu tempuh yang amat lama itu dipengaruhi kondisi jalan yang tidak bagus. Sebagian besar jalan belum diaspal dan hanya berupa jalan tanah. Ketika musim hujan, beberapa titik tidak dapat dilalui kendaraan berpenggerak dua roda.

Bekas tempat rapat akbar Tumbang Anoi tahun 1894 kini tinggal puing, berupa tiang-tiang rumah betang atau rumah panjang khas Dayak. Replika rumah betang dibangun tak jauh dari puing-puing rumah betang yang lama.

Malu

Kendati tempat rapat akbar itu tinggal menyisakan puing, semangat Damang Batu masih tetap membekas dan terus diperjuangkan oleh masyarakat Tumbang Anoi. Di daerah itu berkembang budaya malu melakukan kekerasan untuk menghormati Damang Batu yang kerangkanya disimpan di dalam sandung atau semacam rumah panggung kecil di depan rumah betang Tumbang Anoi.

Atmosfir itu terasa, misalnya, begitu kami menginjakkan kaki di Tumbang Anoi. Masyarakat menyapa ramah orang luar yang berkunjung.

Ngoa Huka Batuputera (42), salah satu keturunan Damang Batu dari generasi ketiga, menuturkan, pengorbanan Damang Batu untuk menyatukan seluruh suku Dayak di Borneo sangat membanggakan. ”Rasa bangga itu kami pelihara dengan menghormati semangatnya menjaga perdamaian. Tak hanya tradisi mengayau yang kami akhiri dan kami jaga agar sekarang tidak terulang, kami juga mengupayakan kondisi masyarakat yang tenteram tanpa kekerasan,” kata Ngoa.

Sekretaris Desa Tumbang Anoi Dagon Kapari menuturkan, di desanya nyaris tak pernah ada konflik masyarakat. Nilai-nilai perdamaian Tumbang Anoi diterapkan masyarakatnya dengan kuat. ”Rasanya malu kalau ada perselisihan. Ketika terjadi kerusuhan Sampit tahun 2001, tak ada warga Tumbang Anoi yang ikut-ikutan,” katanya.

Dagon mengakui, kerusuhan Sampit menjadi salah satu noktah dalam lembar sejarah perdamaian masyarakat Dayak yang diupayakan Damang Batu. ”Kami sangat menyesalkan adanya kerusuhan itu. Semua di luar kehendak kami,” kata Dagon.

Tradisi pakanan sahur lewu atau ungkapan syukur atas keselamatan selama satu tahun masih tetap dipertahankan masyarakat Tumbang Anoi. Ini adalah tradisi tahunan setiap Desember untuk memupuk rasa persaudaraan sesama masyarakat Tumbang Anoi yang kini telah beragam keyakinannya.

Dulu, masyarakat Tumbang Anoi menganut keyakinan Kaharingan. Kini, keyakinan yang dianut beragam, antara lain Kaharingan, Kristen, dan Islam. Masyarakat yang berbeda keyakinan saling menghormati dan memahami, misalnya, apa yang boleh atau tidak boleh dihidangkan bagi penganut lainnya.


sumber : Kompas.com

CARA PEMBUATAN MEDIA PRESENTASI dengan Microsoft PowerPoint

Langkah-langkah pembuatan media presentasi dengan Microsoft PowerPoint :
  1. Membuat Sebuah Presentasi
    1. 1.1 Membuka Program
  2. Membuat Sebuah Slide
    1. 2.1 Menyimpan File
  3. Menambahkan Slide Baru
  4. Memasukkan Picture
  5. Memformat Text
  6. Memformat Gambar
    1. 6.1 Memutar Gambar
      6.2 Memotong Gambar
  7. Memberi Warna untuk Teks
  8. Membuat Animasi Teks
  9. Memberi Background pada tampilan slide
  10. Memasukan Gambar dengan Teknik Insert
  11. Cara memasukan video dengan teknik insert Membuat Hyperlink pada media presentasi


    Lebih lengkapnya klik disini

Tiga Sosok Jenius Di Balik Blogger & Twitter

Evan Williams
Di Internet, selama tujuh tahun belakangan ini, ada tiga hal yang menonjol: Blogger,Facebook dan Twitter. Dua di antara tiga hal itu, blogger dan twitter, memiliki sosok yang sama di belakangnya. Dia adalah Evan Williams, seorang pria dari keluarga petani di Amerika Serikat yang bertanggung jawab atas banyak kegaduhan di Internet dalam beberapa tahun belakangan ini. Namun sosok Evan sendiri saja tak cukup, ada juga dua nama lain, Biz Stone dan Jack Dorsey. Sebelum melihat yang lain, mari perhatikan dulu Evan Williams. Pria kelahiran 1972 ini berasal dari sebuah keluarga petani di Nebraska. Ia memulai kariernya dengan “kabur” ke California, meninggalkan kuliahnya yang belum rampung di University of Nebraska. Bukan sebuah kebetulan jika Evan kemudian terdampar di penerbit O’Reilly. Ini adalah penerbit yang terkenal dengan buku-buku teknis dan teknologinya. Penerbit yang telah menelurkan istilah Web 2.0.
Meski memulai dari posisi non-teknis, Evan ternyata lebih getol menulis kode-kode program. Kemudian ia pun mendapatkan berbagai pekerjaan sampingan.

Blogger, Google, dan Biz Stone.

BIZ STONE
Tak puas hanya bekerja sebagai orang bayaran, Evan kemudian memutuskan untuk membuat perusahaan sendiri. Ia melakukan ini bersama seorang rekan bernama Meg Hourihan.
Perusahaan yang didirikan Evan bernama Pyra. Perusahaan software ini awalnya hendak membuat sebuah software manajemen proyek.
Dalam perjalanannya, Pyra kemudian berubah arah. Salah satu bagian dari piranti manajemen poyek itu diubah menjadi sebuah alat penerbitan online yang mudah. Lahirlah salah satu tools blogging awal yang bernama Blogger.
Evan ternyata mempunyai peranan yang cukup unik dalam memopulerkan kata Blogger. Ia memang bukan pembuat kata itu, namun ia diakui memopulerkan penyerapan kata blog sebagai kata kerja dan juga istilah blogger.
Istilah blog sendiri berawal dari kata weblog (Jorn Barger, 1997) kemudian menjadi blog (Peter Merholz) dan kemudian oleh Evan dijadikan kata kerja. “Evan Williams menemukan nama blogger untuk produk kami. Saat kami mulai menuliskan naskah di dalam web site itu, setiap kata weblog kami gunakan istilah blog. Tak ada layanan lain ketika itu yang menggunakan istilah blog sedemikian. Ketika kami membuat layanan hosting, kami menamainya “Blogspot” karena itu merupakan sebuah tempat (spot) untuk blog seseorang,” tulis Meg Hourihan.
Blogger kemudian menjadi piranti yang cukup populer pada masa-masa awalnya, namun kisahnya belumlah berupa akhir yang bahagia. Bahkan perusahaan di belakangnya, Pyra Labs, sempat tak mampu membayar pegawainya.
Di tengah kondisi sulit itulah Evan bertahan meski telah ditinggalkan oleh Meg Hourihan dan banyak karyawannya. Ia seakan-akan tidak mau melepaskan “bayi”-nya, atau punya firasat bahwa Blogger bisa menjadi sesuatu yang menguntungkan. Benar saja, Pyra Labs kemudian hari dibeli oleh raksasa Internet Google. Layan¬an itu kemudian menjadi bagian dari sebuah raksasa Internet yang mendunia. Namun, menurut Evan, penjualan itu terjadi bukan karena Pyra kekurangan uang. “Saat itu kami sebenarnya sedang mempertimbangkan untuk menerima modal karena kami sedang berjalan baik. Kami tidak butuh untuk menjual perusahaan itu, tetapi melihat penawaran Google dalam hal distribusi dan infrastruktur dan otak—dan mereka sejalan dengan kami secara filosofi perusahaan—tampaknya, kami memang berjodoh,” ujar Evan suatu kali di 2003. Bersama Google, Blogger terus dikembangkan bahkan meraih popularitas yang luar biasa dengan angka tiga juta blog aktif pada tahun 2003, kurang lebih satu tahun sejak Pyra diakuisisi oleh Google.
Di Blogger ini pula Evan bertemu dengan sosok bernama Biz Stone. Pria dengan nama asli Isaac Stone ini kemudian hari akan berperan penting dalam pendirian proyek Evan selanjutnya.

Hari-hari bersama Biz

Selama di Google, Evan tak juga berhenti berinovasi. Ia kerap memikirkan apa yang akan dibutuhkan oleh pengguna Internet di masa depan. Misalnya, dalam sebuah wawancara Evan melihat potensi blog mengandung hal-hal lain di luar teks. “Foto adalah hal yang besar. Menggunakan kamera digital akan menjadi bagian inti dari cara orang menerbitkan diri mereka,” sebutnya.
Unsur lain yang agaknya menjadi pikiran Evan adalah konten audio. Podcast, semacam blog namun dalam bentuk rekaman suara, menjadi perhatian Evan pada tahun 2004. Bersama Biz Stone, Evan kemudian keluar dari Google dan mendirikan Odeo.
Bersama Biz juga ia kemudian mendirikan perusahaan bernama Obvious Corp. Lewat perusahaan ini, Evan dan Biz membeli kembali seluruh aset Odeo dari para pemodal lain. Hingga kemudian mereka menjual Odeo ke perusahaan Sonic Mountain. Kiprah keduanya di Odeo dan Obvious sebenarnya tidak hanya berdua saja. Ada satu lagi sosok yang cukup berperan penting dalam kisah ini. Ia adalah Jack Dorsey.


Jack Dorsey dan Twitter
Jack Dorsey adalah seorang jenius. Sejak umur 14 tahun ia sudah gemar mengutak-atik software. Salah satu kegemaran Jack adalah teknologi dispatch, yaitu yang digunakan armada taksi, kepolisian, ataupun pemadam kebakaran. Ia pun sempat mendirikan perusahaan yang bisa memanggil kurir, taksi dan layanan darurat melalui website. Cikal-bakal dari Twitter terjadi ketika idenya soal dispatch itu digabun

Recent Posts

KELUARGA JANGKANG

review jantakborneo.blogspot.com on alexa.com

Download Anime Manga Subtitle Indonesia

Be our Fan on Facebook

Our Partners

Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com
 

© 2010 RUDY PUTRA JOHAKNG All Rights Reserved Thesis WordPress Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors.info