Dayak Ramai-Ramai Melawan Prof. Thamrin

Semula mungkin sangat sedikit orang Dayak di Indonesia yang membaca rubric Entertainment pada portal www.kompas.com yang diupload pada tanggal 30 Desember 2010 pukul 14.05 WIB tersebut. Maklum saja sebagian besar masyarakat Dayak masih merayakan Natal, banyak diantaranya pulang kampung sehingga tidak mengakses internet–meski kini internet sudah bisa diakses di kampung-kampung melalui handphone. Hanya beberapa orang yang membaca berita kompas.com yang diambil dari portal www.tribunjabar.com–grup kompas.com itu.
Judulnya biasanya saja: “Sosiolog: Sebagian Masyarakat Anggap Biasa Video “Ariel”. Lanjutan beritanya sebagai berikut:
Sosiolog Universitas Indonesia, Prof. Dr. Tamrin Amal Tamagola, mengatakan bahwa video porno dengan pemeran mirip Ariel tidak meresahkan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Menurutnya, sebagian masyarakat Indonesia menganggap hal itu biasa.
“Di Indonesia itu ada 653 suku bangsa. Sebagiannya menganggap biasa,” kata Tamrin seusai menjadi saksi kasus Ariel di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (30/12/2010).
Tamrin mengatakan, contoh masyarakat yang tidak resah terhadap video tersebut adalah masyarakat suku Dayak, sejumlah masyarakat Bali, Mentawai, dan masyarakat Papua.
“Dari hasil penelitian saya di Dayak itu, bersenggama tanpa diikat oleh perkawinan oleh sejumlah masyarakat sana sudah dianggap biasa. Malah, hal itu dianggap sebagai pembelajaran seks,” kata Tamrin.
Kutipan langsung diataslah yang membuat darah sebagian orang Dayak naik ke ubun-ubun. Lihat saja komentar mereka di internet, banyak yang seram-seram.
Aktor kawakan yang juga putra Dayak, Piet Pagau, pada 6 januari 2011 pukul 12.08 menulis di FB: “Sdra2ku sebangsa setanah air, krn sdh menyangkut harga diri, martabat, harkat kita Bangsa DAYAK, hrp sdr2ku yg Pengurus Perkumpulan, Kekeluargaan, Paguyuban, Forum Dayak 4 Provinsi Kalimantan, membuat pernyataan tertulis dan sampaikan langsung ke PN BANDUNG, menolak kesaksian Prof. Thamrin Amal, agar Majelis Hakim mengabaikan kesaksian tsb dalam pertimbangan vonis kasus Ariel krn apa yg dikatakannya dalam kesaksian tsb adalah tdk benar dan ybs harus minta maaf secara terbuka kepada bangsa kita melalui media massa. Tembuskan ke semua media cetak / elektronik yg memuat berita tsb dan ke UI. Saya siap turut bertanda-tangan”.
Citin de Rongas: balas saja orang yang menghina orang dayak, jangan biarkan orang dayak dilecehkan terus….
Kristiana Wardani Marbun : Bener2 penghinaan suku nc Om… Moral individu yg rusak kok bw2 suku. Tdk ada satu suku pun yg mengajarkan hal seburuk itu. Sbg s’org guru besar seharusnya beliau berbicara sesuai dgn latar blakang pendidikannya bkn asal seperti itu.
Atw jg…n2 beliau sengaja biar byk yg b’komentar atas statementnya dan jadi terkenal juga?
Paulus Hingan: brengsek thamrin. berani jak k kalbar bakal ilang bijinye.
Fabianus Oel Borneo: Kirim protes secara tertulis! Dan undang dia ke Kalimantan tuk klarifikasi…
ShaggInk Dayakid Johanes: jiah! Harus ada pernytaan maaf trbuka d media yg sma. . .
Bonifasius Sunandar Hadinata: Kok ada yang mau berikan gelar profesor dengan orang yang asal ngomong seperti itu ya. Paksa dia datang ke kalimantan untuk minta maaf dimasing2 provinsi. Hal ini harus segera di-clear-kan, ayo dewan adat bertindaklah.
Fabianus Oel Borneo: suruh si “Asuk” itu ke Bengkayang!! Dah lama ni..ndak minum…!! Manis sekali darahnya tu!
Selasa, 4 Januari 2011 sebanyak 23 organisasi dan LSM yang berhubungan dengan masyarakat adat Dayak di Kalimantan Barat mengirim surat protes kepada kompas.com dan inti dari surat terbuka tersebut dimuat kompas.com esok harinya. Ke-23 lembaga tersebut menyatakan:
1. Bahwa pernyataan tersebut telah mendiskreditkan dan menimbulkan persepsi negatif publik terhadap masyarakat Dayak bahkan menjurus ke arah fitnah yang merendahkan harkat, martabat dan harga diri masyarakat Dayak secara keseluruhan.
2. Bahwa pernyataan di atas menunjukkan yang bersangkutan tidak sensitif dan tidak memahami keberagaman suku bangsa di Indonesia pada umumnya, dan khususnya suku bangsa Dayak secara utuh.
3. Bahwa hasil penelitian yang dirujuk tersebut tidak akurat karena menggeneralisir semua suku bangsa Dayak. Untuk diketahui, di Kalimantan Barat saja ditemukan sejumlah 151 sub suku Dayak (lihat “Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat”, Pontianak: Institut Dayakologi, 2008).
4. Bahwa pernyataan tersebut telah mempertaruhkan dan mengorbankan harkat, martabat dan kredibilitas suku bangsa Dayak secara keseluruhan hanya demi membela kasus asusila video porno mirip Ariel.
5. Bahwa pernyataan tersebut telah melukai hati dan meresahkan masyarakat Dayak.
Berdasarkan poin 1, 2, 3, 4, dan 5 di atas, maka Kami mendesak Saudara Prof. Dr. Tamrin Amal Tamagola untuk:
1. Menyampaikan klarifikasi secara tertulis melalui media massa nasional (elektronik maupun cetak).
2. Mencabut pernyataan pada Kompas.com (Kamis, 30/12/2010) yang dimuat di media massa nasional (elektronik maupun cetak).
3. Menyampaikan permintaan maaf secara tertulis kepada suku bangsa Dayak secara keseluruhan yang harus dimuat pada media massa nasional (elektronik maupun cetak).
Surat tertanggal 4 Januari 2011 tersebut disampaikan 23 lembaga, antara lain Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK), Pontianak, Institut Dayakologi, Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), WALHI Kalbar, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar, Lembaga Dayak Panarung (LDP) Kalteng, AMAN Kalteng, Perkumpulan Nurani Perempuan, Samarinda Kaltim, Lembaga Pemberdayaan Pergerakan Rakyat (ELPAGAR) Kalbar, Lembaga Adat Dayak Tobak, Sanggau, Kalbar, Aliansi Masyarakat Adat Banua Ningkau (AMA-BN) Sintang, Kalbar, Gerakan Masyarakat Adat Kabupaten Melawi (GEMA-KAMI) Kalbar, Persatuan Masyarakat Dayak Limbai (PERMADALI), Melawi Kalbar, Gerakan Masyarakat Adat Serawai (GEMAS), Sintang Kalbar, Persatuan Masyarakat Dayak Ransa (PEMADAR), Melawi Kalbar, PERUGOK MACAN MAYAO, Sanggau Kalbar, FORMALAK (Forum Mahasiswa Landak) Kalbar, Sekretariat Masyarakat Adat Dayak (SKAK-MAD) Kapuas Hulu, Kalbar.
Selain memuat inti pernyataan ke-23 lembaga diatas. kompas.com juga meminta tanggapan Prof. Thamrin atas pernyataannya. Thamrin yang dihubungi Kompas.com, Rabu (6/1), menjelaskan, apa yang disampaikannya bukan bermaksud menyamaratakan semua suku Dayak. “Saya sebutkan detail di pengadilan dalam penjelasan selama satu jam lebih bahwa itu hasil penelitian saya terhadap beberapa suku di Indonesia. Bukan menyamaratakan,” katanya.
“Poin saya (dalam sidang) adalah memperlihatkan keanekaragaman dan kemajemukan serta toleransi. Saya sampaikan bahwa UU Pornografi akan kesulitan karena menghadapi budaya yang berbeda-beda. Saat menjelaskan keanekaragaman itu saya sampai pada contoh, antara lain menyebut penelitian saya terhadap beberapa suku Papua dan Dayak,” jelas Thamrin.
Selain itu, menurut Thamrin, apa yang dinyatakan di pengadilan sebenarnya bukan konsumsi publik, tapi untuk forum yang khusus.
Pernyataan Thamrin itu bukannya membuat tensi masyarakat Dayak turun. “Orang ini bukannya meminta maaf, malah ngajak perang,”tulis seorang facebooker.
Kecaman kepada Thamrin makin meluas khusunya di Kalbar, Kalteng, Yogya, Jakarta melalui jejaring social facebook, twitter, milllist maupun sejumlah blog.
Tanggal 6 Januari 2010 Forum facebooker Aliansi Penulis Dayak (APD) mengirim surat protes kepada redaksi www.kompas.com dan ditembuskan ke Dewan Pers, PWI dan AJI terkait pemberitaan portal kompas.com tersebut.
APD menyampaikan protes keras atas berita yang dimuat portal www.kompas.com tertanggal 30 Desember 2010. “Pernyataan Pro.Thamrin Amal Tamagola tersebut jelas merupakan fitnah, kabar bohong, rasis dan telah menimbulkan kebohongan. Kami sangat menyangkan www.kompas.com memuat pernyataan Prof. Thamrin tersebut tanpa melakukan cek, ricek dan tanpa mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan dari pemberitaan tersebut,” tulis pernyataannya.
Menurut APD, pemberitaan tersebut telah melanggar UU Pers, UU ITE dan KEWI.
Sesuai Pasal 5 ayat (1) UU Pers Nomor 40 tahun 1999 yang berbunyi: “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.
Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pemberitaan di rubric entertainment kompas.com tanggal 30 Desember 2010 tersebut juga melanggar Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia yang ditetapkan di Jakarta 14 Maret 2006. Yakni :
Pasal 3:
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
(Kompas.com tidak melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu dan tidak berimbang).
Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
(berita yang dimuat Kompas.com adalah bohong dan fitnah).
Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. (berita yang dimuat Kompas.com adalah bohong dan fitnah).
Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
(Kompas.com tidak segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembacanya).
APD meminta agar Redaksi kompas.com mencabut berita tersebut dan meminta maaf kepada masyarakat Dayak karena secara jurnalistik dan secara hukum berita tersebut telah melanggar UU Pers dan UU ITE.
Secara fisik, sejumlah elemen berencana melakukan aksis unjuk rasa di Bundaran HI Jakarta Sabtu (8/1) sekitar pukul 11.00 WIB.
Kordinator lapangan aksi damai, Yohansen, yang dihubungi melalui telepon selulernya, mengatakan, sekitar 100 masyarakat Dayak yang sebagian besar pemuda dan pelajar akan berdemo. Mereka akan menggunakan pakaian adat yang didominasi warna merah.
Para mahsiswa dan pelajar juga sudah mendapatkan dukungan dari DAD Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Yohansen mengatakan, ada tiga tuntutan yang akan dibacakan dalam aksi damai tersebut. “Kami minta Thamrin Amal Tomagola mempublikasikan hasil penelitian tentang masyarakat Dayak berkaitan dengan statement-nya,” kata Yohansen.
Tuntutan lain, meminta Thamrin meminta maaf kepada seluruh masyarakat Dayak secara terbuka melalui media massa. Selanjutnya, meminta lembaga Dayak seperti Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) dan Dewan Adat Dayak (DAD) membawa kasus ini ke jalur hukum.
Demo di Jakarta-Palangkaraya-Pontianak
Sabtu (8/10) di Pontianak, Jakarta dan Palangkaraya kompak dilaksanakan demonstrasi mengecam dan menuntut Prof. Thamrin. Di Pontianak sekitar 400 orang Dayak –sebagain berpakaian adat–berunjuk rasa dari Rumah Betang Jalan Sutoyo ke Bundaran Untan (Tugu Digulis) dan Gedung DPRD Provinsi kalbar. Selain membawa aneka spanduk kecaman, salah seorang peserta demo menebas replika Prof.thamrin dengan mandau hingga kepalanya putus. Jika Prof. Thamrin melihat akis ini, mungkin dia merinding bahkan sulit tidur (seanndainya itu terjadi pada dirinya).
Mengawali unjuk rasa, massa menggelar upacara adat di salah satu benda keramat di Rumah Betang, Jalan Letjen Sutoyo, Pontianak dipimpin timanggong Dayak Kanayatn. Timanggong lalu memotong ayam dam meminum darahnya. Sisa darah dipercikan ke atribut demo.
1294631530687410733



Demo kecam Prof.Thamrin di Pontianak-Jakarta-Palangkaraya
Dengan berjalan kaki sekitar 400 massa Dayak memulai demo di Bundaran 
Untan atau Tugu Digulis dan di Kantor DPRD Provinsi Kalbar. Tampak hadir 
dalam demo tersebut Adrianus Asia Sidot, Bupati Landak sekaligus Dewan 
Pertimbangan MADN wilayah Kalbar dan sejumlah pengurus DAD Kalbar.
Massa meminta Thamrin untuk mencabut dan mengklarifikasi pernyataannya. Ia pun harus membuat permintaan maaf secara terbuka terhadap masyarakat Dayak. Tidak hanya itu, sebagian massa meminta agar Thamrin dikenakan hukum adat. Bahkan meminta kepada Forum Rektor, untuk meninjau ulang gelar professor dan doktor yang disandang Thamrin.
Gubernur Kalbar sekaligus Ketua Dewan Adat Dayak Kalbar, Cornelis, mengatakan pihaknya akan mengirimkan somasi kepada Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Profesor Thamrin Amal Tomagola. Somasi tersebut terkait pernyataan Thamrin mengenai perilaku masyarakat Dayak dalam hubungan dengan lawan jenis.
“Kita akan ambil langkah-langkah sesuai norma aturan yang berlaku. Pertama, kami akan gunakan hak jawab, kemudian somasi, menjawab secara ilmiah, dan menggugatnya,” kata Gubernur Kalbar itu saat menerima aksi ratusan warga Dayak di pendopo Gubernuran di Pontianak, Sabtu (8/1/2011).
Jangan mengada-ada. Jangan mencari persoalan dengan Dayak,” ujar Cornelis di Balai Petitih belum lama ini. Menurut Cornelis, Thamrin terlalu berani membuat pernyataan seperti itu. Apalagi dia belum pernah pergi ke Kampung Dayak. “Jangan mengajak berlawanlah. Dayak itu pendek sumbunya. Mudah terbakar,” kata Cornelis.
Majelis Adat Dayak Nasional, juga menggelar aksi di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta yang diikuti 100 orang. “Ini sebagai kelanjutan dari protes yang Kami sampaikan terhadap Prof Thamrin,” ujar Thadiyus Yus, tokoh masyarakat Dayak Kalbar, yang ikut dalam aksi tersebut, ketika ditemui Pontianak Post di Bundaran HI.“Kami menolak dikatakan masyarakat Dayak bersenggama tanpa diikat perkawinan sebagai hal biasa,” tukas A Teras Narang, selaku Presiden Majelis Adat Dayak Nasional, dalam pernyataan sikap tertulisnya.
Aksi massa Dayak di HI cukup mendapat perhatian warga yang melewati kawasan tersebut. Masing-masing mereka –yang didominasi para mahasiswa– itu mengenakan simbol adat, mulai dari pakaian, ikat kepala, dan sebagainya. Tak hanya itu saja, demonstaran juga memainkan alat musik bernuansakan Dayak sembari menari.
Sambil menyimak orasi, pendemo memampangkan aneka poster dan spanduk yang berisikan kecaman dan protes. “Thamrin Jangan Samakan Kami dengan Aril”. “Masyarakat Dayak Menjunjung Tinggi Adat”. Demikian diantara bunyi poster maupun spandung yang diusung. “Selain hukum prositif, Kami juga meminta Thamrin dihukum adat,” tegas Rustam Acong, Deputi Presiden Majelis Adat Dayak Nasional yang juga tokoh masyarakat Dayak Kalimantan Selatan.
Demo masyarakat Dayak juga dilakukan di Palangkaraya, Kalteng. Ribuan orang Dayak Kota Palangka Raya Kalteng demo di Bundaran Besar Palangka Raya, Sabtu (8/1) siang mengecam pernyataan Sosiolog UI Thamrin Amal Tamagola terkait sidang Ariel Paterpan. Massa menuntut Thamrin untuk ditindak secara hukum adat. demo kecam prof thamrin
Thamrin Minta Maaf
Makin meluasnya protes dan kemarahan masyarakat Dayak di Indonesia nampaknya membuat Prof. Dr. Thamrin dengan berat hati harus meminta maaf. Abdon Nababan, Sekjen AMAN melalui milist adatlist@yahoogroups.com mem-fowardkan surat elektronik berisi klarifikasi dan permintaan maaf dari Prof. Dr. Thamrin Amal Tamagola. Berikut isinya.
Kepada Seluruh saudaraku warga masyarakat Dayak yang saya hormati, Pertama-tama dan yang paling utama dengan segala kerendahan hati saya memohon maaf yang sedalam-dalamnya telah menyinggung kehormatan warga Dayak dan adat-istiadatnya yang mulia. Sebagai penjunjung asas bhinneka tunggal ika saya berupaya bersama-sama banyak teman senusantara untuk memuliakan asas kebhinekaan sampai kapanpun.
Kedua, saya berkewajiban untuk mengklarifikasi apa yang sesungguhnya terjadi dan terucapkan dalam kesaksian saya di peengadilan kasus Ariel di Bandung, 30 Desember yang lalu. Adalah saya yang menawarkan diri lewat suatu acrara di TV One untuk menjadi saksi ahli yang meringankan. Tawaran itu saya berikan karena menurut pendapat saya, kasus Ariel itu menyangkut hak-pribadi dasar warganegara. Dengan bersaksi saya ingin menegakkan prinsip-prinsip dasar dalam hidup bermasyarakat dan bernegara-bangsa. Karena saya menolak imbalan dalam bentuk apapun untuk kesaksian yang saya berikan. Keluarga Ariel pernah menawarkab ‘fee’, akomodasi dan transportasi. Semuanya saya tolak. Dalam kesaksian saya, saya menekankan tiga nilai fundamental: kemajemukan, toleransi dan penghormatan atas keunikan suatu budaya.
Selama hampir 1 jam saya berupaya meyakinkan majelis hakim tentang penjunjungan ketiga nilai fundamental itu. Hakim Ketua, meminta contoh konkrit. Saya lalu mengacu pada temuan penelitian kualitatif saya sewaktu menjadi konsultan di Depertemen Transmigrasi tahun 1982-1983. Pennelitian kualitatif saya lakukan di Kalimantan Barat dan Papua Selatan. Pada masing-masing lokasi saya melalukan wawancara mendalam dengan 10 ibu-ibu usia subur sebagai informan saya. Kepada majelis hakim saya tegaskan bahwa atas dasar hanya 10 informant, temuan saya samasekali tidak dapat digeneralisasi terhadap semua puak dan warga Dayak. Paling banter, temuan itu hanya sebagai petunjuk-petunjuk sementara yang masih perlu diuji lagi.
Sewaktu berhadapan dengan wartawan di laur sidang, dengan bertubi-tubinya pertanyaan wartawan, saya samasekali tidak sempat menjelaskan secara detail seperti yang saya kemukakan di ruang sidang pengadilan. Saya sangat menyesal tidak menyiapkan penjelasan tertulis untuk dibagikan pada wartawan. Akhirnya yang termuat di media adalah kutipan sepotong-sepotong yang ‘out of context’. Sangat dapat dimengerti bila saudara-saudara saya warga Dayak sangat tersinggung dan marah oleh pemberitaan seperti. Saya sungguh-sungguh menyesal telah menimbulkan amarah, yang wajar dari seluruh warga masyarakat Dayak, dan untuk itu, sekali saya memohon maaf yang sebesarnya. Saya belajar banyak dari kesalahan ini dan berjanji pada diri saya, khususnya kepada seluruh warga masyarakat Dayak, dan umumnya kepada semua warga masyarakat adat nusantara, untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan.
Semoga semua kita tetap rukun dan damai dalam kebhinnekaan nusantara kita. Salam kebhinnekaan.
Tamrin Amal Tomagola Pada Jum, 07 Jan 2011 14:38
Semoga kasus ini tidak melebar dan ditunggangi bermacam kepentingan politik. Semoga permintaan maaf Pak Thamrin bisa meneduhkan api marah yang ada di dada sebagian kaum muda Dayak.
Pontianak, 10 Januari 2011
Edi V Petebang

Tidak ada komentar:

Recent Posts

KELUARGA JANGKANG

review jantakborneo.blogspot.com on alexa.com

Download Anime Manga Subtitle Indonesia

Be our Fan on Facebook

Our Partners

Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com
 

© 2010 RUDY PUTRA JOHAKNG All Rights Reserved Thesis WordPress Theme Converted into Blogger Template by Hack Tutors.info